Makalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Rangkuman Kelas 8 Semester 2
Guru Pengajar : Bpk.Abdul Aziz S.Pd
Guru Pengajar : Bpk.Abdul Aziz S.Pd
Disusun Oleh :
Ketua : Dimas Dwi
Ardiansyah
Sekretaris : Ibnu Maja
Anggota :
1. Dian Adi Saputra
2. Agung P.N.P
3. M.Iqbal
4. Ahmad Marjaya
SMP Negeri 2 Teluknaga
Tahun Pelajaran 2015/2016
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan
ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah PKn ini yang berjudul “Rangkuman PKn Kelas 8 Semester 2”.
Penulisan ini merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran
Pendidikan dan Kewarganegaraan.
Dalam penulisan makalah ini kami
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya kami sebagai
penulis dan penyusun makalah ini berharap semoga Allah memberikan pahala yang
setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal’Alamiin.
Tangerang,18 Maret 2016
Kelompok 4
Daftar Isi
Halaman
Judul ………………………………………………………………………………………1
Kata
Pengantar ……………………………………………………………………………………..2
Bab 1
KETAATAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KETAATAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A Jenis dan Hierarki (Tata Urutan Perundang-Undangan) .................................4
B. Proses Pembuatan Perundang-Undangan ……………..…………………................8
C. Tata Cara Penyusunan Peraturan ……………………………….……………...............12
Perundang-Undangan di Daerah
BAB II
PELAKSANAAN DEMOKRASI DALAM
BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN
A. Hakikat Demokrasi ………………………………………………………………………13
B. Sejarah Perkembangan Demokrasi ……………………………………………….13
C. Macam-macam Demokrasi …………………………………………………………...15
D. D. Perwujudan Demokrasi Pancasila ……………………………………………..17
dalam Bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial
dalam Bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial
E. Perwujudan Demokrasi Pancasila …………………………………………………19
dalam Kehidupan Sehari-hari
dalam Kehidupan Sehari-hari
F. Budaya Demokrasi ……………………………………………………………………….20
G. Dasar Hukum Pelaksanaan …………………………………………………………...21
Demokrasi di Indonesia
Demokrasi di Indonesia
H. Asas Dan Ciri Negara Demokrasi …………………………………………………..21
Penutup
A. Rangkuman …………………………………………………………………………………22
B. Saran …………………………………………………………………………………………..22
C. Daftar Pusaka ……………………………………………………………………………...23
Penerapan demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di mana demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
Implementasi demokrasi pancasila terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali. Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan hak-hak politik rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan rakyat yang selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.
Karena adanya konstitusi ini tidak lain di tujukan untuk menjamin hak asasi kita sebagi warga negara agar kekuasaan tidak disalah gunakan dengan adanya norma yang memberi arah terhadap jalannya pemerintahan sehingga para penguasa tidak bisa berlaku semena-mena.
Bab
I
KETAATAN TERHADAP
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A.Jenis dan Hierarki (Tata Urutan
Perundang-Undangan)
Peraturan perundangan-undangan berbeda dengan
Undang-Undang, karena Undang-Undang hanya merupakan salah satu bagian dari
peraturan perundang-undangan. Peraturan Peundang-Undangan itu sendiri adalah
semua pertauran tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat
yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis.
Dalam kehidpan berbangsa dan bernegara, peraturan perundang-undangan berfungsi,
antara lain sebagai berikut:
1) sebagai
norma hukum bagi warga negara karena berisi peraturan untuk membatasi tingkah
laku manusia sebagai warga negara yang harus ditaati, dipatuhi, dan
dilaksanakan. Bagi mereka yang melanggar diberi sanksi atau hukum sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, sehingga terjamin rasa keadilan dan kebenaran.
2) Menentukan
aturan-aturan yang menjadi pedoman dalam menjalankan hubungan antar sesama
manusia sebabagi warga negara dan warga masyarakat
3) untuk
mengatur kehidupan manusia sebagai warga negara agar kehidupannya sejahtera.
aman, rukun, dan harmonis;
4) untuk
menciptakan suasana aman, tertib, tenteram dan kehidupan yang harmonis rasa.
5) untuk
memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi warga negara.
6) untuk
memberikan perlindungan atas hak asasi manusia.
Untuk memahami perundang-undangan yang berlaku, kita
harus memahami susunan tata urutan perundang-undangan. Ini disebabkan susunan
tata urutan perundangan-undangan mengajar prinsip-prinsip :
1. Peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan atau
dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau berada di
bawahnya.
2. Peraturan
perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar
hukum dari peraturan perundangan-undangan tingkat lebih tinggi.
3. Isi
atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannya.
4. Suatu
peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti atau diubah dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak dengan yang
sederajat.
5. Peraturan
perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama, perturan
yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak dengan secara tegas dinyatakan
bahwa peraturan yang lama dicabut.
6. Peraturan
yang mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Bagaimana susunan tata urutan perundang-undangan di Indonesia? Susunan Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan nasional Indonesia diatur dalam
Undang-Undang, No.10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang No.10 ini menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum negara, sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. Undang-Undang
ini mengatur mengenai jenis dan hierarki (tata urutan) peraturan
perundang-undangan (Pasal 7).
Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
yang diatur dalam
Pasal 7 UU No. 10 thun 2004 tersebut adalah sebagai berikut :
HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MENU RUT UU NO. 10 TAHUN 2004
1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945
2) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
3) Peraturan Pemerintah
4) Keputusan Presiden
5) Peraturan daerah
1. Perda Provinsi
2. Perda Kabupaten/Kota
3. Perdes/Peraturan yang Setingkat
Penjelasan lebih lanjut mengenai urutan
perundangan-undangan ini adalah sebagai berikut :
1.
UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. Menurut. L.J.
van Apeldom, Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi.
Sementara itu E.C.S. Wade menyatakan, bahwa Undang-Undang Dasar adalah naskah
yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu
negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Miriam
Budiardjo, menyatakan bahwa Undang¬Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan
mengenai organisasi negara, hak-hak asasi manusia, prosedur mengubah UUD dan
memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
Dalam tata peraturan perundang-undangan di
negara Indonesia, menurut Miriam Budiardjo ( 1981: 106-107) Undang-Undang Dasar
1945 mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang
lainnya, hal ini dikarenakan
a)
UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang
berbeda dengan pembentukan UU biasa
b)
UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap
sesuatu yang luhur.
c)
UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita
bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa.
2.
Undang-Undang
Undang-undang merupakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan UUD
1945. Yang berwenang membuat UU adalah DPR bersama Presiden. Adapun kriteria
agar suatu masalah diatur dengan UU antara lain :
1) UU dibentuk at as perintah ketentuan UUD 1945,
2) UU dibentuk atas perintah Ketetapan MPR,
3) UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,
4) UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah UU yang sudah ada,
5) UU dibentuk karena berkaitan dengan hak sasai manusia,
6) UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.
3.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu)
Peraturan Pemerintah pengannti Undang-Undang (PERPU) dibentuk ole.h presiden
tanpa terlebih dahulu rnendapat perseytujuan DPR. Hal ini dikarenakan PERPU
dibuat dalam keadaan “darurat” dalam arti persoalan yang muncul harus segera
ditindaklanjuti. Namun demikian pada akhirnya PERPU tersebut harus diajukan ke
DPR untuk mendapatkan persetujuan. ladi bukan berarti presiden dapat seenaknya
mengeluarkan PERPU, karena pad a akhirnya harus diajukan kepada DPR pada
persidangan berikutnya. Sebagai lembaga legislatiC DPR dapat menerima atau
menolak PERPU yang diajukan Presiden tersebut, konsekwensinya kalau PERPU
tersebut ditolak, harus dicabut, dengan kata lain harus dinyakan tidak berlaku
lagi.
4.
Peraturan Pemerintah (PP)
Untuk melaksanakan suatu undang-undang, maka dikeluarkanlah Peraturan
Pemerintah. ladi peraturan pemerintah tersebut merupakan bentuk pelaksana<
dari suatu undang-undang. Adapun kriteria untuk dikeluarkannya Peratura
pemerintah adalah sebagai berikut :
• PP tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya,
• PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana. jika UU induknya tidak
mencantumkan sanksi pidana,
• PP tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya.
• PP dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebut ¬secara tegas,
asal PP tersebut untuk melaksanakan UU,
5.
Keputusan Presiden
Keputusan Presiden merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk
Presiden berdasarkan pasal 4 UUD 1945. Dilihat dari sifatnya Keputusan Presiden
ada dua macam, yaitu yang bersifat pengaturan dan yang bersifat penetapan. Yang
termasuk jenis peraturan perundang-undangan adalah Keputusan Presiden yang
bersifat pengaturan.
Dibandingkan dengan Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden dapat dibuat. baik
dalam rangka melaksanakan UUD 1945, TAP MPR, UU, maupun PP. Sedangkan PP
terbatas hanya untuk melaksanakan UU saja.
6.
Peraturan Daerah (Perda)
Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah daerah Propinsi
dan daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota. Masuknya Peraturan Daerah dibuat
untuk melaksanakan peraturan perundang¬undangan yang lebuh tinggi. Selain itu
Peraturan daerah inijuga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah.
Dengan demikian kalau Peraturan Daerah terse but dibuat sesuai kebutuhan
daerah, dimungkinkan Perda yang berlaku di suatu daerah KabupatenlKota belum
tentu diberlakukan di daerah kabupaten/ kota lain.
Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang¬undangan yang lebih tinggi.
B. Proses Pembuatan Perundang-Undangan
Dalam membahas proses penyusunan
perundang-undangan, kita akan memfokuskan pada proses pembentukan
Undang-Undang.
Undang-undang adalah peraturan perundangan, yang dalam pembentukannya Presiden
harus mendapat persetujuan DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam UUD 1945 Pasal5
Ayat 1 "Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada
DPR", Pasal20 Ayat 1 "DPR memegang kekuasaan membentuk UU" dan
Pasal 20 Ayat 2 "Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama" .
Dalam pembentukan suatu undang-undang, sebagaimana diatur dalam undang-undang
nomor 10 tahun 2004, maka tahap-tahapnya meliputi :
a.
RUU yang diajukan presiden disiapkan oleh
menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup
tugas dan tanggung jawabnya.
b.
RUU yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR
c.
RUU yang berasal dari DPD dapat diajukan
kepada DPR
d.
RUU yang telah disiapkan oleh presiden
diajukan dengan suart presiden kepada pimpinan DPR
e.
DPR membahas RUU dalam jangka waktu paling
lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.
f.
RUU yang berasal dari DPR disampaikan dengan
surat pimpman DPR kepada presiden
g.
Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk
membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat
pimpinan DPR diterima.
h.
Apabila dalam satu masa sidang, DPR dan
Presiden menyampaikan RUU dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah RUU
yang disampaikan DPR, sedangkan RUU yang disampaikan presiden dipakai sebagai
pembanding.
i.
Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR
bersama Presiden Menteri yang ditugasi.
j.
Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya
pada rapat komisi panitia alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang
legislative
k.
Pembahasan bersama dilakukan melalui
tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia alat
kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
l.
Dewan Perwakilan Daerah memberikan
pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama.
m.
RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan
Presiden, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi
UU, penyampaian tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari
terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
n.
Presiden membubuhkan tangan tangan dalam
waktu paling lambat 30 hari sejak RUU disetujui bersama oleh DPR dan presiden.
o.
Bila RUU yang telah disetujui bersama, dalam
waktu 30 hari tidak ditandangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi
UU dan wajib diundangkan. Adapun rumusan kalimat pengesahannya adalah: UU ini
dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ay at (5) UUD NKRI Tahun 1945.
p.
Peraturan perundang-undangan harus
diundangkan dengan menempatkannya dalam:
1) Lembaran Negara RI
2) Berita Negara RI
3) Lembaran Daerah; atau
4) Berita Daerah
r. Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI,
meliputi :
1) UU/PERPU
2) Peraturan Pemerintah
3) Peraturan Presiden mengenai
q.
pengesahan perjanjian antara negara RI dan
negara lain atau badan intemasional ; dan
r.
pernyataan keadaan bahaya
s.
Tambahan Lembaran Negara RI memuat penjelasan
peraturan perundan-undangan yang dimuat dalam LNRI
t.
Tambahan Berita Negara RI memuat penjelasan
peraturan perundang-undang yang dimuat dalam Berita Negara RI.
Menurut
Kepres No. 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara mempersiapkan RUU dijelaskan
sebagai berikut :
1)
Prakarsa
Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang Berasal dari Pemerintah
Secara
singat dapat disimpulkan sebagai berikut. Pembuatan RUU diprakarsai menteri
atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang selanjutnya disingkat
pimpinan lembaga. Penyusunan RUU melalui tahap-tahap sebagai berikut.
a)
Menyusun draf RUU sesuai bidang tugas
masing-masing, selanjutnya
·
Draf RUU tersebut harus dimintakan
persetujuan presiden,
·
Dikonsultasikan kepada menteri kehakiman dan
menteri, serta pimpinan lembaga lainnya yang terkait.
b)
Menyusun rancangan akademik mengenai RUU yang
akan disusun bersama dengan menteri kehakiman. Pelaksanaannya dapat diserahkan
kepada:
·
Perguruan Tinggi,
·
Organisasi sosial,
·
Organisasi 'politik,
·
Organisasi profesi ataukemasyarakatan lainnya
sesuai kebutuhan.
Hal
ini dilaksanakan agar terwujud keharmonisan, kebulatan, dan kemantapan konsepsi
terhadap RUU.
c)
Selanjutnya menteri atau pimpinan lembaga
pemrakarsa resmi mengajukan permintaan persetujuan prakarsa penyusunan RUU
kepada presiden.
2)
Panitia
antardepartemen dan lembaga
Dalam pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU), pemrakarsa pembentuk RUU
membentuk panitia, disebut "Panitia antardepartemen dan lembaga".
Panitia ini diketuai oleh pejabat yang ditunjuk sebagai sekretarisnya adalah
kepala biro hukum atau kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di
bidang perundang-undangan pada departemen atau lembaga pemrakarsa tersebut.
Selanjutnya, struktur panitia tersebut dibuatkan surat keputusan. Dengan
terbitnya smat keputusan itu panitia kemudian melaksanakan tugas menyusun RUU.
3)
Konsultasi
RUU
Pada tahap konsultasi ini, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa pembuatan
RUU menyampaikan RUU yang telah dihasilkan oleh panitia kepada menteri
kehakiman dan menteri atau pimpinan lembaga lainnya yang terkait, untuk
memperoleh pendapat, saran, dan pertimbangan terlebih dahulu.
Kemudian menteri kehakiman membantu mengolah seluruh pendapat, sa¬ran, dan
pertimbangan tersebut. Apabila RUU telah memperoleh kesepakatan dan tidak
mengandung permasalahan yang berkaitan dengan aspek tertentu di bidang ideologi
, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum atau pertahanan keamanan, barulah
menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa pembuatan RUU mengajukan RUU tersebut
kepada presiden. Selanjutnya menteri sekretaris negara mempersiapkan amanat
presiden untuk penyampaiannya kepada pimpinan DPR.
4)
Penyampaian
RUU kepada DPR
Pada tahap ini, RUU yang sudah disiapkan disampaikan presiden kepada DPR. Dalam
amanat presiden ditegaskan hal-hal yang dianggap perlu antara lain :
·
sifat penyelesaian RUU yang dikehendaki,
·
cara penanganan dan pembahasan RUU, dan
menteri yang ditugasi presiden dalam pembahasan RUU di DPR.
5)
Prakarsa
Penyusunan Rancangan UndangUundang yang Berasal dari DPR
Berdasarkan peraturan Tata tertib DPR RI Nomor 9/DPR-RI/I/1997-1998. RUU yang
berasal dari DPR (inisiatif DPR) adalah sebagai berikut.
RUU diusulkan/diajukan oleh sepuluh oranganggota DPR yang tidak hanya terdiri
atas satu fraksi atau oleh gabungan komisi. Disampaikan kepada pimpinan DPR
secara tertulis disertai daftar nama, tanda tangan, dan nama fraksi pengusul.
Kemudian dalam rapat paripurna; ketua sidang memberitahukan dan membagikan usul
RUU tersebut kepada seluruh anggota DPR.
Selanjutnya diadakan rapat Badan Musyawarah DPR (Bamus OPR) untuk:
• Memberikan kesempatan kepada pengusul menyampaikan penjelasan tentang maksud
dan tujuan RUU usul inisiatif tersebut.
• Melakukan tanya jawab dan pembahasan oleh anggota Bamus DPR, dan
• Menentukan waktu pembicaraan RUU tersebut dalam paripurna.
6)
Apabila
Bamus menganggap cukup, maka usul RUU tersebut kemudian dibawa ke
dalam rapat paripurna di dalam rapat paripurna ini pengusul memberikan
penjelasan dan ditanggapi oleh fraksi-fraksi untuk kemudian diambil keputusan.
7)
Apabila
usul RUU tersebut diputuskan menjadi RUU inisiatif DPR, maka
DPR akan menunjuk suatu komisi/rapat gabungan komisi/panitia khusus untuk
membahas dan menyempurnakan RUU usul inisiatif DPR tersebut.
8)
Setelah
disempurnakan RUU kemudian dibagikan kepada para anggota DPR, dan
oleh pimpinan DPR disampaikan kepada presiden.
9)
Selanjutnya
RUU tersebut dibahas di DPR bersama pemerintah.
Demikiarilah
proses penyiapan RUU, baik yang berasal dari pemerintah maupun yang berasal
dari DPR. Tahap berikutnya adalah proses mendapatkan persetujuan (proses
pembahasan di DPR).
Proses Pembahasan RUU di DPR
Proses pembahasan rancangan undang-undang (RUU) ada 4 (empat)
tingkatan, sebagai berikut.
Tingkat I : Rapat Paripurna
Dalam rapat paripurna ini, apabila RUU itu datang dari pemerintah, maka
pembicaraan pertama adalah pemerintah memberikan keterangan atau penjelasan
mengenai rancangan uridang-undang (RUU) yang diajukannya itu. Apabila RUU itu
yang mengajukan DPR, maka yang memberikan penjelasan adalah pihak DPR, dalam
hal ini dapat disampaikan oleh pimpinan Komisi atau Rapat Gabungan Komisi atau
Panitia Khusus.
Pembicaraan Tingkat II : Rapat Paripurna
• RUU yang datang dari Pemerintah.
Apabila rancangan undang-undang (RUU) itu dari pemerintah, maka diadakan
pemandanganumum oleh setiap fraksi di DPR terhadap rancangan urtdang- undang
(RUU) tersebut. Setelah itu pemerintah menyampaikan jawaban terhadap
pemandangan umum tersebut.
• RUU yang datang dari DPR.
Apabila rancangan undang-undang (RUU) dari inisiatif DPR, maka diadakan
tanggapan dari pemerintah terhadap rancangan undang¬undang (RUU) tersebut.
Setelah itu DPR menyampaikan jawaban dan penjelasan, dalam hal ini dapat
disampaikan oleh pimpinan komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus atas
nama DPR terhadap tanggapan pemerintah.~.
Pembicaraan Tingkat III : Rapat
KomisifRapat Gabungan KomisifRapat Panitia Khusus
Semua rancangan undang-undang (RUU) dibahas secara keseluruhan mulai dari
pembukaan, pasal-pasal, hingga bagian akhir rancangan undang-undang tersebut.
Dalarn pernbicaraan tingkat III ini, dapat dilakukan pernbahasan secara
bersarna antara DPR dan pernerintah, atau khusus oleh DPR saja.
Pembicaraan Tingkat IV : Rapat Paripurna
Pada pernbahasan rapat paripurna ini, yakni pada tingkat keernpat, antara lain
disarnpaikan:
a) laporan hasil pernbicaraan rapat tingkat rn, .
b) pendapat akhir dari rnasing-rnasing fraksi di DPR, apabila perlu disertai
catatan penting tentang pendapat fraksi,
c) pengarnbilan keputusan, pernerintah diberi kesernpatan untuk rnenyarnpaikan
sarnbutan terhadap pengarnbilan keputusan tersebut di atas.
4. Proses Pengesahan dan Pengundangan
RUU yang telah disetujui DPR oleh pi~pinan DPR dikirirnkan kepada presiden
rnelalui sekretariat negara untuk rnendapat pengesahan dari presiden. Setelah
disahkan oleh presiden, rnaka RUU tersebut rnenjadi undang-undang, kernudian
diundangkan oleh rnenteri sekretaris negara dan berlaku secara nasional
C. Tata Cara Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan di Tingkat Daerah
Peraturan daerah merupakan peraturan untuk rnelaksanakan aturan hukum di
atasnya dan rnenampung kondisi khusus• daerah yang bersangkutan. Sebelum
menjadi Peraturan Daerah (Perda), terlebih dahulu diproses di lembaga
legislatif daerah yakni di DPRD provinsi atau DPRD kabupaten atau kota.
Dalarn proses pernbuatan perda pertarna kali, gubernur mengajukan Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) untuk nendapatkan pengesahan dari DPRD 'provinsi,
dan diajukan oleh bupati atau wali kota jika Raperda kabupaten/kota untuk
mendapatkan pengesahan dari DPRD kabupaten/kota. Raperda tersebut kemudian
dibahas secara bersama-sama antara gubernur dan DPRD provinsi, atau antara
bupati/wali kota bersama dengan DPRD kabupaten/kota. Selain itu di tingkat
desa/kelurahan juga dimungkinkan dibuat aturan-aturan. Peraturan desa dibuat
oleh lurah bersarna dengan Badan Perwakilan Desa (BPD) atau badan yang
setingkat. Tata cara pembuatan peraturan desa diatur dengan peraturan daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan.
BAB II
PELAKSANAAN DEMOKRASI
DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN
A. Hakekat
Demokrasi
Kata demokrasi seringkali terdengar di telinga kita. Kata
demokrasi digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti demokrasi ekonomi,
demokrasi dalam politik, demokrasi dalam pemerintahan, dan sebagainya. Namun,
tahukah kamu apa artinya demokrasi tersebut?
Untuk memahami demokrasi dan penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara ikutilah penjelasan di bawah ini.
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti rakyat dan kratien yang berarti pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Dapat dikatakan bahwa hakekat pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Di Yunani sendiri pelaksanaan demokrasi ini dilakukan secara langsung. Artinya setiap warga negara terlibat langsung dalam membicarakan semua masalah di dalam polis. Penerapan demokrasi berawal dari Solon, pemimpin masyarakat Athena mengumpulkan warga negara Athena dalam amphiteater untuk bersidang dan membicarakan permasalahan di dalam polis. Sistem ini terus dikembangkan oleh Pericles setelah perang Yunani dan Persia berakhir. Dengan sistem demokrasi ini, Athena berkembang menjadi pusat kebudayaan dan pemerintahan sipil di Yunani.
Untuk memahami demokrasi dan penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara ikutilah penjelasan di bawah ini.
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti rakyat dan kratien yang berarti pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Dapat dikatakan bahwa hakekat pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Di Yunani sendiri pelaksanaan demokrasi ini dilakukan secara langsung. Artinya setiap warga negara terlibat langsung dalam membicarakan semua masalah di dalam polis. Penerapan demokrasi berawal dari Solon, pemimpin masyarakat Athena mengumpulkan warga negara Athena dalam amphiteater untuk bersidang dan membicarakan permasalahan di dalam polis. Sistem ini terus dikembangkan oleh Pericles setelah perang Yunani dan Persia berakhir. Dengan sistem demokrasi ini, Athena berkembang menjadi pusat kebudayaan dan pemerintahan sipil di Yunani.
B. Sejarah
Perkembangan Demokrasi
Pada permulaan pertumbuhannya demokrasi telah mencakup
beberapa azas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu
gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai
kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran Reformasi serta perang-perang
agama yang menyusulnya.
Sistem demokrasi yang terdapat di negara-kota (city state) Yu¬nani Kuno (abad ke-6 sampai abad ke 3 S.M.) merupakan demokrasi la.ngsung (direct democracy) yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur!mayoritas.
Sifat langsung dari demo¬krasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan daerah sekitarnya) serta jumlah penduduk sedikit (300.000 penduduk dalam satu negara-kota).
Lagipula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasarkan perwakilan(representative democracy).
Memasuki Abad Pertengahan (600-1400) gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia Barat. Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feodal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan sosial serta spirituilnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya; yang kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain.
Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar) (1215). Magna Charta merupakan semacam kontrak.
antara beberapa bangsawan dan Rlija. John dari Inggris di mana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku untuk rakyat jelata, namun diang¬gap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.
Sebelum Abad Pertengahan berakhir dan di Eropa Barat pada permulaan abad ke-16 muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk yang modern, maka Eropa Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kulturil yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern di mana akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya.
Sesudah berakhirnya Abad Pertengahan antara 1500-1700 lahirlah negara-negara Monarcchi. Raja-raja absolut menganggap dirinya berhak atas takhtanya berdasarkan konsep ”Hak Suci Raja” (Divine Right of Kings). Raja-raja yang terkenal di Spanyol ialah Isabella dan Ferdinand (1479- 1516).
Di Prancis raja-raja Bourbon dan sebagainya. Kecaman-kecaman. dilontarkan terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle class) yang mulai berpengauruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu pendidikan.
Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasar suatu teori rasionalistis, yang umumnya dikenal sebagai social-contract (kontrak sosiaI).
Salah satu azas dari gagasan kontral sosial ialah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul (nature) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal: artinya berlaku untuk semua waktu serta semua manusia, apakah dia raja, bangsawan atau rakyat jelata.
Hukum ini dinamakan Natural Law (Hukum Alam, ius- naturale). Unsur universalisme inilah yang diterapkan pada masalah-masalah politik. Teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh suatu kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah fihak. Kontrak sosial menentukan di satu fihak bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana di mana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya (natural rights) dengan aman. Di fihak lain rakyat akan mentaati pemerintahan raja asal hak-hak alam itu terjamin.
Pada hakekatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetap¬kan hak-hak politik rakyat. Filsuf-filsuf yang mencetuskan gagasan . ini antara lain John Locke dari Inggris (I632-1704) da Montesquieu dari Perancis (1689-1755). Menurut John Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk memiliki (life, liberty and property). Montesquieu mencoba menyusun suatu sistim yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah trias politica. Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Perancis pada akhir abad ke18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris.
Sebagai akibat dari pergolakan yang tersebut di atas tadi maka pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi men¬dapat wujud yang konkrit sebagai program dan sistim politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan men¬dasarkan dirinya atas azas-azas kemerdekaan individu, kesamaan hak (equal rights) serta hak pilih untuk semua warganegara (univer¬sal suffrage)
Dalam abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 lahirlah gagasan mengenai demokrasi konstitusional. AhIi ¬hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl memakai istilah Rechtsstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon seperti A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Oleh Stahl disebut empat Unsur¬ Rechtsstaat (negara demokrasi yang berdasarkan hukum) dalam arti klasik, yaitu:
1) Adanya perlindungan ak-hak manusia
2) Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjaminhak- hak itu
3) Pemerirttah berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Unsur-unsur Rule of Law dalam arti yang klasik, seperti yang dikemukakan oleh A.V. Dicey dalamIntroduction to the Law of the Constitution mencakup:
a. Supremasi aturan-atuTlln hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). DaliI ini berlaku baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.
Sistem demokrasi yang terdapat di negara-kota (city state) Yu¬nani Kuno (abad ke-6 sampai abad ke 3 S.M.) merupakan demokrasi la.ngsung (direct democracy) yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur!mayoritas.
Sifat langsung dari demo¬krasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan daerah sekitarnya) serta jumlah penduduk sedikit (300.000 penduduk dalam satu negara-kota).
Lagipula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasarkan perwakilan(representative democracy).
Memasuki Abad Pertengahan (600-1400) gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia Barat. Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feodal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan sosial serta spirituilnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya; yang kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain.
Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar) (1215). Magna Charta merupakan semacam kontrak.
antara beberapa bangsawan dan Rlija. John dari Inggris di mana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku untuk rakyat jelata, namun diang¬gap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.
Sebelum Abad Pertengahan berakhir dan di Eropa Barat pada permulaan abad ke-16 muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk yang modern, maka Eropa Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kulturil yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern di mana akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya.
Sesudah berakhirnya Abad Pertengahan antara 1500-1700 lahirlah negara-negara Monarcchi. Raja-raja absolut menganggap dirinya berhak atas takhtanya berdasarkan konsep ”Hak Suci Raja” (Divine Right of Kings). Raja-raja yang terkenal di Spanyol ialah Isabella dan Ferdinand (1479- 1516).
Di Prancis raja-raja Bourbon dan sebagainya. Kecaman-kecaman. dilontarkan terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle class) yang mulai berpengauruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu pendidikan.
Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasar suatu teori rasionalistis, yang umumnya dikenal sebagai social-contract (kontrak sosiaI).
Salah satu azas dari gagasan kontral sosial ialah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul (nature) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal: artinya berlaku untuk semua waktu serta semua manusia, apakah dia raja, bangsawan atau rakyat jelata.
Hukum ini dinamakan Natural Law (Hukum Alam, ius- naturale). Unsur universalisme inilah yang diterapkan pada masalah-masalah politik. Teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh suatu kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah fihak. Kontrak sosial menentukan di satu fihak bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana di mana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya (natural rights) dengan aman. Di fihak lain rakyat akan mentaati pemerintahan raja asal hak-hak alam itu terjamin.
Pada hakekatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetap¬kan hak-hak politik rakyat. Filsuf-filsuf yang mencetuskan gagasan . ini antara lain John Locke dari Inggris (I632-1704) da Montesquieu dari Perancis (1689-1755). Menurut John Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk memiliki (life, liberty and property). Montesquieu mencoba menyusun suatu sistim yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah trias politica. Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Perancis pada akhir abad ke18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris.
Sebagai akibat dari pergolakan yang tersebut di atas tadi maka pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi men¬dapat wujud yang konkrit sebagai program dan sistim politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan men¬dasarkan dirinya atas azas-azas kemerdekaan individu, kesamaan hak (equal rights) serta hak pilih untuk semua warganegara (univer¬sal suffrage)
Dalam abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 lahirlah gagasan mengenai demokrasi konstitusional. AhIi ¬hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl memakai istilah Rechtsstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon seperti A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Oleh Stahl disebut empat Unsur¬ Rechtsstaat (negara demokrasi yang berdasarkan hukum) dalam arti klasik, yaitu:
1) Adanya perlindungan ak-hak manusia
2) Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjaminhak- hak itu
3) Pemerirttah berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Unsur-unsur Rule of Law dalam arti yang klasik, seperti yang dikemukakan oleh A.V. Dicey dalamIntroduction to the Law of the Constitution mencakup:
a. Supremasi aturan-atuTlln hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). DaliI ini berlaku baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.
C.
Macam-macam Demokrasi
Beberapa macam demokrasi yang berkembang di dunia, antara lain:
1) Demokrasi Parlementer
Di dalam sistem parlementer, kekuasaan legislatif terletak di atas kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, menteri-menteri kabinet harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada Dewan/DPR/Senat. Pemerintah setiap saat dapat dijatuhkan oleh Dewan/DPR/Senat dengan mosi tidak percaya.
2) Demokrasi Liberal
Dalam system liberal, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dipisahkan (sparate of power peinisahan). Kepala negara / presiden langsung dipilih oleh rakyat (contoh Amerika Serikat). Dalam demokrasi liberal pemerintah dipegang oleh partai yang menang dalam pemilihan umum, sedangkan partai yang kalah menjadi pihak oposisi.
3) Demokrasi Rakyat
Demokrasi ini terdapat dalam negara-negara komunis yang totaliter. Lembaga-lembaga demokrasi pada umumnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena kekuasaan ada di tangan sekelompok kecil pimpinan partai komunis. Mereka ini yang memegang dan mempergunakan kekuasaan menurut ideologi totaliter komunis: Dalam demokrasi rakyat, pada dasarnya rakyat tidak memperoleh hak yang lazimnya di dapat dalam sistem demokrasi lainnya.
4. Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan Paneasila dan UUD 1945. Dalam Demokrasi Pancasila sangat diharapkan adanya musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi, bila tidak tercapai mufakat, pengambilan keputusan dapat ditempuh melalui pemu¬ngutan suara (Pasal 2, Ayat (3), WD 1945). Dalam demokrasi Pancasila tidak mengenal dominasi mayoritas ataupun tirani minoritas.
Domiinasi mayoritas adalah kelompok besar yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok yang kecil. Tirani minoritas adalah kelompok kecil yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok besar.
Keunggulan demokrasi Pancasila dibanding dengan demokrasi lainnya sebagai berikut.
a) Adanyaa penghargaan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak minoritas tidak akan diabaikan.
b) Mendahulukan kepentingan rakyat, dalam hal ini hak rakyat diakui dan dihargai.
c) Mengutamakan musyawarah untuk mufakat, dan baru kemudaian menggunakan suara terbanyak
d) Kebenaran dan keadilan selalu dijunjung tinggi.
e) Mengutamakan kejujuran dan iktikad baik.
Sedangkan dilihat dari pelaksanaannya dikenal ada dua macam demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung (perwakilan).
1) Demokrasi langsung, adalah suatu sistem demokrasi yang melibatkan seluruh rakyatnya dalam membicarakan atau menentukan segala unsur negara secara langsung. Demokrasi langsung pernah dipraktikan pada zaman Yunani kuno; yaitu beberapa negarakota di Athena. Demokrasi yang pertama di dunia ini mampu melaksanakan demokrasi langsung dengan suatu majelis yang mungkin terdiri dari 5000 sampai 6000 orang dan berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan demokrasi langsung.
2) Demokrasi tidak langsung atau perwakilan, adalah suatu sisitem demokrasi yang dalam menyalurkan aspirasinya, rakyat memilih wakil-wakil untuk duduk dalam suatu lembaga parlemenatau lembaga perwakilan rakyat. Lembaga ini dipilih dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itu dalam demokrasi tidak langsung semua rakyat turut serta dalam membicarakan dan menetapkan kebijakan tentang persoalan-persoalan’ negara.
Beberapa macam demokrasi yang berkembang di dunia, antara lain:
1) Demokrasi Parlementer
Di dalam sistem parlementer, kekuasaan legislatif terletak di atas kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, menteri-menteri kabinet harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada Dewan/DPR/Senat. Pemerintah setiap saat dapat dijatuhkan oleh Dewan/DPR/Senat dengan mosi tidak percaya.
2) Demokrasi Liberal
Dalam system liberal, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dipisahkan (sparate of power peinisahan). Kepala negara / presiden langsung dipilih oleh rakyat (contoh Amerika Serikat). Dalam demokrasi liberal pemerintah dipegang oleh partai yang menang dalam pemilihan umum, sedangkan partai yang kalah menjadi pihak oposisi.
3) Demokrasi Rakyat
Demokrasi ini terdapat dalam negara-negara komunis yang totaliter. Lembaga-lembaga demokrasi pada umumnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena kekuasaan ada di tangan sekelompok kecil pimpinan partai komunis. Mereka ini yang memegang dan mempergunakan kekuasaan menurut ideologi totaliter komunis: Dalam demokrasi rakyat, pada dasarnya rakyat tidak memperoleh hak yang lazimnya di dapat dalam sistem demokrasi lainnya.
4. Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan Paneasila dan UUD 1945. Dalam Demokrasi Pancasila sangat diharapkan adanya musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi, bila tidak tercapai mufakat, pengambilan keputusan dapat ditempuh melalui pemu¬ngutan suara (Pasal 2, Ayat (3), WD 1945). Dalam demokrasi Pancasila tidak mengenal dominasi mayoritas ataupun tirani minoritas.
Domiinasi mayoritas adalah kelompok besar yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok yang kecil. Tirani minoritas adalah kelompok kecil yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok besar.
Keunggulan demokrasi Pancasila dibanding dengan demokrasi lainnya sebagai berikut.
a) Adanyaa penghargaan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak minoritas tidak akan diabaikan.
b) Mendahulukan kepentingan rakyat, dalam hal ini hak rakyat diakui dan dihargai.
c) Mengutamakan musyawarah untuk mufakat, dan baru kemudaian menggunakan suara terbanyak
d) Kebenaran dan keadilan selalu dijunjung tinggi.
e) Mengutamakan kejujuran dan iktikad baik.
Sedangkan dilihat dari pelaksanaannya dikenal ada dua macam demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung (perwakilan).
1) Demokrasi langsung, adalah suatu sistem demokrasi yang melibatkan seluruh rakyatnya dalam membicarakan atau menentukan segala unsur negara secara langsung. Demokrasi langsung pernah dipraktikan pada zaman Yunani kuno; yaitu beberapa negarakota di Athena. Demokrasi yang pertama di dunia ini mampu melaksanakan demokrasi langsung dengan suatu majelis yang mungkin terdiri dari 5000 sampai 6000 orang dan berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan demokrasi langsung.
2) Demokrasi tidak langsung atau perwakilan, adalah suatu sisitem demokrasi yang dalam menyalurkan aspirasinya, rakyat memilih wakil-wakil untuk duduk dalam suatu lembaga parlemenatau lembaga perwakilan rakyat. Lembaga ini dipilih dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itu dalam demokrasi tidak langsung semua rakyat turut serta dalam membicarakan dan menetapkan kebijakan tentang persoalan-persoalan’ negara.
D.
Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam Bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial.
Untuk mewujudkan Demokrasi Pancasila kita terlebih dahulu harus memahawi nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi yang perlu dikembangankan dalam suatu masyarakat yang demokratis menurut Henry B. Mayo (dalam Miriam Budiardjo; 1986:62-63) adalah sebagai berikut;
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan pendapat serta kepentingan, yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan.
Perselisihan harus dapat diselesaikan melalui perundingan dan dialog terbuka untuk mencapai kompromi, konsensus, atau mufakat. Apabila kompromi tidak tercapai, maka ada bahaya, karena keadaan ini dimungkinkan akan mengundang kekuatan-kekuatan dari luar untuk campur tangan dan memaksakan dengan kekerasan tercapainya kompromi.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
Perubahan sosial terjadi karena beberapa faktor, seperti kemajuan teknologi, kepadatan penduduk, dan pola perdagangan.
Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya kepada perubahan-perubahan ini dan dapat mengendalikannya.
3. Menyelenggarakan pergantian pimpman secara teratur.
Dalam masyarakat demokratis, pergantian pimpinan atas dasar keturunan, mengangkat diri sendiri, coup d ‘etat dianggap tidak wajar.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
Golongan minoritas yang biasanya akan terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi kesempatan untuk turut serta dalam merumuskan kebijaksanaan.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
Keanekaragaman ini tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, dan tingkah laku.
6. Menjamin tegaknya keadilan.
Dalam masyarakat demokratis keadilan merupakan cita-cita bersama, walaupun sebagian kecil masyarakat ada yang merasa diperlakukan tidak adil.
Perwujudan Demokrasi Pancasila dapat dilihat antara lain dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
a) Dalam Bidang Politik
Oleh karena Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan maka kebijak dijalankan oleh para wakil rakyat dalam menetapkan berbagai kebijakan pemerintahan dalam bentuk peraturan perundangan.
Dalam melakukan tugasnya, para wakil rakyat harus mampu memikirkan, memperhatikan, dan mempertimbangkan aneka-ragam kepentingan rakyat agar keputusan-keputusan yang diambilnya benar-benar mencerrninkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat dan benar-benar bermanfaat bagi kesejahteraan bersama.
Tentu tidak hanya wakil rakyat yang harus menjalankan kebijaksanaan dalam melaksanakan tugasnya. Semua penyelenggara negara (para penegak hukum, presiden, wakil presiden, para menteri, para anggota DPR, para anggota BPK, dan seluruh aparat pemerintahan lain, baik di pusat maupun di daerah) wajib menjalan¬kan atau menunaikan tugasnya dengan penuh hikmat kebijaksanaan.
b) Dalam Bidang Ekonomi
Pancasila dan UUD 1945 menggaris¬kan dua prinsip pokok demokrasi ekonomi. Prinsip itu adalah sebagai berikut.
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama at as dasar semangat keke¬luargaan.
2) Segala hal yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besamya kemakmuran rakyat.
Dua prinsip pokok ini menunjukkan bahwa kemakmuran seluruh rakyat harus menjadi tujuan utama pelaksanaan Demokrasi Pancasila dalam bidang ekonomi Oleh karena itu, tidak diperbolehkan seorang pun menguasai bidang-bidang eko¬nomi yang menguasai hajat (kepentingan) orang banyak.
Perlulah digariskan pemerataan kesempatan-kesempatan ekonornis dan kesejahteraan bagi setiap warga bangsa ini. Itu semua hanya bisa dicapai apabila semua pihak menggunakan sanaan sebagai pedoman dalam bersikap maupun berkiprah dalam pereekonomian bangsa dan dan negara Inonesia.
c) Dalam Bidang Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat, De¬mokrasi Pancasila menggariskan penting ”hikmat kebijaksanaan” sebagai penuntut hubungan antar manusia Indonesia dengan bangsa lain.
Dengan demikian, bukan hanya wakil rakyat atau pejabat/aparat pemerintah yang dituntut untuk selalu menggunakan hikmat kebijaksanaan dalam mengusrus kepentingan bersama. Seluruh bangsa Indonessia baik anak dan orang tua dalam keluarga, warga dan pengurus RT dan RW, murid, guru, kepala sekolah dan warga sekolah lainnya di sekolah, maupun kemasyarakatan, partai politik, instansi pemerintah, perusahaan, Dewan Perwakilan Rakyat, untuk dituntut melakukannya.
Untuk mewujudkan Demokrasi Pancasila kita terlebih dahulu harus memahawi nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi yang perlu dikembangankan dalam suatu masyarakat yang demokratis menurut Henry B. Mayo (dalam Miriam Budiardjo; 1986:62-63) adalah sebagai berikut;
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan pendapat serta kepentingan, yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan.
Perselisihan harus dapat diselesaikan melalui perundingan dan dialog terbuka untuk mencapai kompromi, konsensus, atau mufakat. Apabila kompromi tidak tercapai, maka ada bahaya, karena keadaan ini dimungkinkan akan mengundang kekuatan-kekuatan dari luar untuk campur tangan dan memaksakan dengan kekerasan tercapainya kompromi.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
Perubahan sosial terjadi karena beberapa faktor, seperti kemajuan teknologi, kepadatan penduduk, dan pola perdagangan.
Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya kepada perubahan-perubahan ini dan dapat mengendalikannya.
3. Menyelenggarakan pergantian pimpman secara teratur.
Dalam masyarakat demokratis, pergantian pimpinan atas dasar keturunan, mengangkat diri sendiri, coup d ‘etat dianggap tidak wajar.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
Golongan minoritas yang biasanya akan terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi kesempatan untuk turut serta dalam merumuskan kebijaksanaan.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
Keanekaragaman ini tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, dan tingkah laku.
6. Menjamin tegaknya keadilan.
Dalam masyarakat demokratis keadilan merupakan cita-cita bersama, walaupun sebagian kecil masyarakat ada yang merasa diperlakukan tidak adil.
Perwujudan Demokrasi Pancasila dapat dilihat antara lain dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
a) Dalam Bidang Politik
Oleh karena Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan maka kebijak dijalankan oleh para wakil rakyat dalam menetapkan berbagai kebijakan pemerintahan dalam bentuk peraturan perundangan.
Dalam melakukan tugasnya, para wakil rakyat harus mampu memikirkan, memperhatikan, dan mempertimbangkan aneka-ragam kepentingan rakyat agar keputusan-keputusan yang diambilnya benar-benar mencerrninkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat dan benar-benar bermanfaat bagi kesejahteraan bersama.
Tentu tidak hanya wakil rakyat yang harus menjalankan kebijaksanaan dalam melaksanakan tugasnya. Semua penyelenggara negara (para penegak hukum, presiden, wakil presiden, para menteri, para anggota DPR, para anggota BPK, dan seluruh aparat pemerintahan lain, baik di pusat maupun di daerah) wajib menjalan¬kan atau menunaikan tugasnya dengan penuh hikmat kebijaksanaan.
b) Dalam Bidang Ekonomi
Pancasila dan UUD 1945 menggaris¬kan dua prinsip pokok demokrasi ekonomi. Prinsip itu adalah sebagai berikut.
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama at as dasar semangat keke¬luargaan.
2) Segala hal yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besamya kemakmuran rakyat.
Dua prinsip pokok ini menunjukkan bahwa kemakmuran seluruh rakyat harus menjadi tujuan utama pelaksanaan Demokrasi Pancasila dalam bidang ekonomi Oleh karena itu, tidak diperbolehkan seorang pun menguasai bidang-bidang eko¬nomi yang menguasai hajat (kepentingan) orang banyak.
Perlulah digariskan pemerataan kesempatan-kesempatan ekonornis dan kesejahteraan bagi setiap warga bangsa ini. Itu semua hanya bisa dicapai apabila semua pihak menggunakan sanaan sebagai pedoman dalam bersikap maupun berkiprah dalam pereekonomian bangsa dan dan negara Inonesia.
c) Dalam Bidang Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat, De¬mokrasi Pancasila menggariskan penting ”hikmat kebijaksanaan” sebagai penuntut hubungan antar manusia Indonesia dengan bangsa lain.
Dengan demikian, bukan hanya wakil rakyat atau pejabat/aparat pemerintah yang dituntut untuk selalu menggunakan hikmat kebijaksanaan dalam mengusrus kepentingan bersama. Seluruh bangsa Indonessia baik anak dan orang tua dalam keluarga, warga dan pengurus RT dan RW, murid, guru, kepala sekolah dan warga sekolah lainnya di sekolah, maupun kemasyarakatan, partai politik, instansi pemerintah, perusahaan, Dewan Perwakilan Rakyat, untuk dituntut melakukannya.
E.
Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari
Syarat utama agar kita mampu bertindak bijaksana adalah meyakini prinsip bahwa pada hakikatnya setiap orang harkat dan martabatnya yang sama. Dengan prinsip itu, kita dapat memberikan perlakuan dan penghormatan yang sama bagi setiap orang. Oleh karena prinsip persamaan kedudukan haruslah dijunjung tinggi.
Dengan memegang teguh prinsip tersebut, kita menjadi lebih mampu untuk mengendalikan diri agar tidak bertindak, bersikap maupun bertutur kata secara tidak bijaksana. Kita pun akan mampu untuk lebih bertenggang rasa dengan orang lain.
Kebijaksanaan hendaknya dijunjung tinggi baik dalam hubungan sosial antar warga masyarakat, dan dalam penye¬lenggarakan kehidupan politik, maupun ekonomi negara. Dalam penyelenggaraan kehidupan politik, apabila tidak ada kebijaksanaan dalam pelaksanaannya, maka kehidupan politik akan kacau. Semua orang akan menghalalkan segala cara untuk men¬dapatkan dan menggunakan kekuasaan yang ada.
Begitu pula dalam bidang ekonomi. Akan terjadi korupsi, penyalahgunaan wewenang dan tindak kejahatan ekonomi lain pun akan bermunculan bila tidak ada kebijaksanaan yang melingkupinya. Prinsip kebijaksanaan sangat penting dalam pengelolaan hidup berbangsa dan bernegara. Kebijaksanaan menjaga ke¬utuhan bangsa dan mewujudkan kesejah¬teraan bersama.
Kebijaksanaan itu hendaknya dilandasi oleh sikap menghormati persamaan harkat dan martabat sesamanya dan tenggang rasa dengan orang lain.
Dengan mengakui persamaan kedu¬dukan orang lain, kita akan selalu memi¬mirkan, mempertimbangkan, dan memperhatikan kepentingan orang lain pada saat menangani masalah bersama. Bahkan dalam menjalani hidup pribadipun, kita terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Untuk melaksanakan Demokrasi Pan¬casila dalam kehidupan sehari-hari kita hendaknya mengamalkan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Adapun bentuk-bentuk pengamalan yang dapat kita lakukan antara lain sebagai berikut.
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, kita hendaknya menya¬dari setiap manusia Indonesia mem¬punyai kedudukan, hak dan kewa¬jiban yang sama.
2. Kita hendaknya tidak boleh memaksa¬kan kehendak kepada orang lain.
3. Kita hendaknya mengutamakan musyawarah dalam mengambil kepu¬tusan untuk kepentingan bersama .
4. Kita hendaknya menyadari bahwa musyawarah untuk mencapai mu¬fakat diliputi oleh semangat keke¬luargaan.
5. Kita hendaknya menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musya¬warah.
6. Kita hendaknya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
7. Kita hendaknya menyadari bahwa di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepen¬tingan pribadi atau golongan.
8. Kita hendaknya menyadari bahwa musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Syarat utama agar kita mampu bertindak bijaksana adalah meyakini prinsip bahwa pada hakikatnya setiap orang harkat dan martabatnya yang sama. Dengan prinsip itu, kita dapat memberikan perlakuan dan penghormatan yang sama bagi setiap orang. Oleh karena prinsip persamaan kedudukan haruslah dijunjung tinggi.
Dengan memegang teguh prinsip tersebut, kita menjadi lebih mampu untuk mengendalikan diri agar tidak bertindak, bersikap maupun bertutur kata secara tidak bijaksana. Kita pun akan mampu untuk lebih bertenggang rasa dengan orang lain.
Kebijaksanaan hendaknya dijunjung tinggi baik dalam hubungan sosial antar warga masyarakat, dan dalam penye¬lenggarakan kehidupan politik, maupun ekonomi negara. Dalam penyelenggaraan kehidupan politik, apabila tidak ada kebijaksanaan dalam pelaksanaannya, maka kehidupan politik akan kacau. Semua orang akan menghalalkan segala cara untuk men¬dapatkan dan menggunakan kekuasaan yang ada.
Begitu pula dalam bidang ekonomi. Akan terjadi korupsi, penyalahgunaan wewenang dan tindak kejahatan ekonomi lain pun akan bermunculan bila tidak ada kebijaksanaan yang melingkupinya. Prinsip kebijaksanaan sangat penting dalam pengelolaan hidup berbangsa dan bernegara. Kebijaksanaan menjaga ke¬utuhan bangsa dan mewujudkan kesejah¬teraan bersama.
Kebijaksanaan itu hendaknya dilandasi oleh sikap menghormati persamaan harkat dan martabat sesamanya dan tenggang rasa dengan orang lain.
Dengan mengakui persamaan kedu¬dukan orang lain, kita akan selalu memi¬mirkan, mempertimbangkan, dan memperhatikan kepentingan orang lain pada saat menangani masalah bersama. Bahkan dalam menjalani hidup pribadipun, kita terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Untuk melaksanakan Demokrasi Pan¬casila dalam kehidupan sehari-hari kita hendaknya mengamalkan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Adapun bentuk-bentuk pengamalan yang dapat kita lakukan antara lain sebagai berikut.
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, kita hendaknya menya¬dari setiap manusia Indonesia mem¬punyai kedudukan, hak dan kewa¬jiban yang sama.
2. Kita hendaknya tidak boleh memaksa¬kan kehendak kepada orang lain.
3. Kita hendaknya mengutamakan musyawarah dalam mengambil kepu¬tusan untuk kepentingan bersama .
4. Kita hendaknya menyadari bahwa musyawarah untuk mencapai mu¬fakat diliputi oleh semangat keke¬luargaan.
5. Kita hendaknya menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musya¬warah.
6. Kita hendaknya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
7. Kita hendaknya menyadari bahwa di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepen¬tingan pribadi atau golongan.
8. Kita hendaknya menyadari bahwa musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
F.
Budaya Demokrasi
Biasanya kita mendengar bahwa sebelum para wakil rakyat mengambil kebijakan/keputusan, ia melakukan musyawarah dengan rakyat untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan atau aspirasi rakyat. Para wakil rakyat melakukan musyawarah dengan penguasa untuk menentukan apa yang harus dilakukan sebagai tanggapan atas aspirasi rakyat tersebut.
Mekanisme musyawarah itu dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan atau menyampingkan aspirasi elemen rakyat tertentu. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat nantinya merupakan kebijakan yang aspiratif dan didukung oleh rakyat.
Secara sederhana, cara-cara seperti inilah yang disebut cara atau perilaku yang demokratis. Jika perilaku-perilaku seperti ini terus menerus dijalankan dan menjadi bagian yang terpisahkan dari setiap proses politik masyarakat, maka kita menyebutnya sebagai budaya demokrasi.
Dengan demikian, dapatlah kita katakan bahwa budaya demokrasi adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang demokratis dan dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
Budaya demokrasi terlihat atau tergambar dari perilaku¬-perilaku (politik) demokratis yang ditunjukkan oleh anggota masyarakat. Perilaku-perilaku demokratis itu antara lain menghargai perbedaan, menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan setiap persoalan, menghormati setiap keputusan yang telah menjadi kesepakatan atau konsensus bersama, memberi kesemapatan yang sama kepada setiap orang untuk memilih dan dipilih menjadi pemimpin, memilih pemimpin dengan jujur, bebas dan adil, menyalurkan aspirasi melalui lembagai-lembaga atau saluran-saluran politik yang telah disepakati bersama.
Dalam ilmu politik, budaya politik umumnya dibedakan atas tiga, yakni budaya politik parokial, budaya politik kaula, dan budaya politik partisipan. Dalam budaya politik parokial (parochial political culture), anggota masyarakat tidak menaruh minat terhadap objek politik yang luas kecuali dalam batas tertentu, yakni terhadap tempat di mana ia terikat secara sempit, seperti yang menyangkut kegiatan mencari makan. Budaya politik seperti ini umumnya terjadi dalam masyarakat tradisional di mana tingkat diferensiasi atau spesialisasi masih sangat kecil. Namun demikian, masyarakat ini menyadari adanya pusat kekuasaan politik dalam masyarakatnya.
Dalam budaya politik kaula (subject political culture), anggota masyarakat memiliki minat, perhatian, mungkin pula kesadaran terhadap sistem secara keseluruhan, terutama terhadap outputnya. Sementara perhatian terhadap aspek input serta kesadarannya sebagai aktor politik sama sekali rendah. Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari pernyataannya baik berupa kebanggaan, dukungan atau sikap bermusuhan terhadap sistem terutama dari segi outputnya. Masyarakat ini umumnya merasa dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem. Oleh karena itu, mereka umumnya menyerah saja kepada segala kebijakan para pemegang kekuasaan di masyarakat.
Dalam masyarakat yang memiliki budaya politik partisipan (participant political culture),seseorang menganggap dirinya atau orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik. la menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya dan berusaha merealisasikan hak dan tanggung jawabnya itu.
Biasanya kita mendengar bahwa sebelum para wakil rakyat mengambil kebijakan/keputusan, ia melakukan musyawarah dengan rakyat untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan atau aspirasi rakyat. Para wakil rakyat melakukan musyawarah dengan penguasa untuk menentukan apa yang harus dilakukan sebagai tanggapan atas aspirasi rakyat tersebut.
Mekanisme musyawarah itu dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan atau menyampingkan aspirasi elemen rakyat tertentu. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat nantinya merupakan kebijakan yang aspiratif dan didukung oleh rakyat.
Secara sederhana, cara-cara seperti inilah yang disebut cara atau perilaku yang demokratis. Jika perilaku-perilaku seperti ini terus menerus dijalankan dan menjadi bagian yang terpisahkan dari setiap proses politik masyarakat, maka kita menyebutnya sebagai budaya demokrasi.
Dengan demikian, dapatlah kita katakan bahwa budaya demokrasi adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang demokratis dan dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
Budaya demokrasi terlihat atau tergambar dari perilaku¬-perilaku (politik) demokratis yang ditunjukkan oleh anggota masyarakat. Perilaku-perilaku demokratis itu antara lain menghargai perbedaan, menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan setiap persoalan, menghormati setiap keputusan yang telah menjadi kesepakatan atau konsensus bersama, memberi kesemapatan yang sama kepada setiap orang untuk memilih dan dipilih menjadi pemimpin, memilih pemimpin dengan jujur, bebas dan adil, menyalurkan aspirasi melalui lembagai-lembaga atau saluran-saluran politik yang telah disepakati bersama.
Dalam ilmu politik, budaya politik umumnya dibedakan atas tiga, yakni budaya politik parokial, budaya politik kaula, dan budaya politik partisipan. Dalam budaya politik parokial (parochial political culture), anggota masyarakat tidak menaruh minat terhadap objek politik yang luas kecuali dalam batas tertentu, yakni terhadap tempat di mana ia terikat secara sempit, seperti yang menyangkut kegiatan mencari makan. Budaya politik seperti ini umumnya terjadi dalam masyarakat tradisional di mana tingkat diferensiasi atau spesialisasi masih sangat kecil. Namun demikian, masyarakat ini menyadari adanya pusat kekuasaan politik dalam masyarakatnya.
Dalam budaya politik kaula (subject political culture), anggota masyarakat memiliki minat, perhatian, mungkin pula kesadaran terhadap sistem secara keseluruhan, terutama terhadap outputnya. Sementara perhatian terhadap aspek input serta kesadarannya sebagai aktor politik sama sekali rendah. Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari pernyataannya baik berupa kebanggaan, dukungan atau sikap bermusuhan terhadap sistem terutama dari segi outputnya. Masyarakat ini umumnya merasa dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem. Oleh karena itu, mereka umumnya menyerah saja kepada segala kebijakan para pemegang kekuasaan di masyarakat.
Dalam masyarakat yang memiliki budaya politik partisipan (participant political culture),seseorang menganggap dirinya atau orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik. la menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya dan berusaha merealisasikan hak dan tanggung jawabnya itu.
G. Dasar
Hukum Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Secara yuridis pelaksanaan demokrasi di Indonesia merupakan impelentasi sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 terutama dalam rangka penerapan konsep ”kedaulatan ada di tangan rakyat.” Oleh karena itu yang menjadi landasan pokok pelaksanaan Demokrasi di Indonesia adalah:
a. Pembukaan UUD 1945
Alinea keempat yang menyatakan bahwa; ” …. maka disusunlah kemerdekaaan kebangsaan indonesia itudalam suatu Undang-Undang dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyatKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
b. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
”Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
c. Pasal 28 UUD 1945
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
d. Pasal 28E UUD 1945 ayat 3
”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Selain landasan di atas, pelaksanaan demokrasi di Inonesia juga didasarkan atas UU Pemilu, UU Pers, UU Kebebasan Mengeluarkan Pendapat di muka umum, dan berbagai Undang-Undang lain yang secara subtansial mengandung muatan sebagai implementasi sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat.
Secara yuridis pelaksanaan demokrasi di Indonesia merupakan impelentasi sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 terutama dalam rangka penerapan konsep ”kedaulatan ada di tangan rakyat.” Oleh karena itu yang menjadi landasan pokok pelaksanaan Demokrasi di Indonesia adalah:
a. Pembukaan UUD 1945
Alinea keempat yang menyatakan bahwa; ” …. maka disusunlah kemerdekaaan kebangsaan indonesia itudalam suatu Undang-Undang dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyatKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
b. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
”Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
c. Pasal 28 UUD 1945
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
d. Pasal 28E UUD 1945 ayat 3
”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Selain landasan di atas, pelaksanaan demokrasi di Inonesia juga didasarkan atas UU Pemilu, UU Pers, UU Kebebasan Mengeluarkan Pendapat di muka umum, dan berbagai Undang-Undang lain yang secara subtansial mengandung muatan sebagai implementasi sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat.
H. Asas
dan Ciri Negara Demokrasi
Negara/pemerintahan yang demokrasi memiliki dua asas pokok, yaitu :
1) pengakuan akan hakekat dan martabat manusia, misalnya perlindungan dari pemerintah terhadap hak asasi manusia demi kepentingan bersama;
2) pengakuan peran serta rakyat dalam pemerintahan, misalnya hak rakyat memilih wakil-wakil rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.
Sedangkan ciri kehidupan masyarakat yang demokratis di bawah Rule of Law menurut Miriam Budiardjo (1986) adalah:
a) adanya perlindungan konstitusional, dengan pengertian, bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk mempereh perlindungan atas perlindungan at as hak-hak yang dijamin,
b) adanya kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c) adanya pemililihan umum yang bebas,
d) adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat,
e) adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi, dan
f) adanyan pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Negara/pemerintahan yang demokrasi memiliki dua asas pokok, yaitu :
1) pengakuan akan hakekat dan martabat manusia, misalnya perlindungan dari pemerintah terhadap hak asasi manusia demi kepentingan bersama;
2) pengakuan peran serta rakyat dalam pemerintahan, misalnya hak rakyat memilih wakil-wakil rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.
Sedangkan ciri kehidupan masyarakat yang demokratis di bawah Rule of Law menurut Miriam Budiardjo (1986) adalah:
a) adanya perlindungan konstitusional, dengan pengertian, bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk mempereh perlindungan atas perlindungan at as hak-hak yang dijamin,
b) adanya kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c) adanya pemililihan umum yang bebas,
d) adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat,
e) adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi, dan
f) adanyan pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Penutup
Rangkuman
Hieraki peraturan perundang-undangan di indonesia menurut
Undang-Undang No 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang –undangan :
1. UUD 1945 2.
Undang-Undang
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden 6.
Peraturan Daerah
Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan
dri rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah demokrasi ini memberikan
posisi penting bagi rakyat sebab dengan demokrasi, hak-hak rakyat untuk
menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin.
Penerapan demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di mana demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
Implementasi demokrasi pancasila terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali. Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan hak-hak politik rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan rakyat yang selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.
Saran
Sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan
memahami akan pentingnya konstitusi bagi negara,serta berusaha untuk
mempelajari semua hal yang berkaitan dengan konstitusi ini untuk dapat kita
jadikan pedoman dalam mengatasi setiap masalah dalam kapasitas kita sebagai
warga negara.
Karena adanya konstitusi ini tidak lain di tujukan untuk menjamin hak asasi kita sebagi warga negara agar kekuasaan tidak disalah gunakan dengan adanya norma yang memberi arah terhadap jalannya pemerintahan sehingga para penguasa tidak bisa berlaku semena-mena.
Bagikan
Rangkuman Materi PKn Kelas 8 Semester 2
4/
5
Oleh
Bil Jabbar Adnan
Jangan lupa tinggalkan komentar yah :)